Semarang – wartaglobalnusantara.com – Bertempat di Area Bekas Wonderia Semarang warga Tegalsari dan beberapa Komunitas Budaya mengadakan acara Sarasehan Budaya, berkaitan menjaga Warisan budaya berupa Makam Keramat sebagai tenger atau titik sejarah Masyarakat Genuk Tegalsari.
Prosesi atau ritual tahunan Apitan diantara bulan syawal dan besar tradisi Masyarakat sudah tidak lagi digaungkan oleh Masyarakat, tetapi tradisi syadranan sebelum memasuki Bulan Puasa masih berlangsung juga merti desa. Sabtu, 21/ 09/ 2024.
Menurut penjelasan Pak Togog yg biasa dipanggil Pak TG, mengungkapkan kekhawatirannya atas adanya pembelokan sejarah yg saat ini makam Mbah Genuk telah berubah nama menjadi Makam Wali Agung Semarang Raden Wirokusumo Negoro Mbah Kyai Genuk Bendhara Sayyid Awal Al Habib Awat Bin Samsuddin Hasan Bin Yahya Al Husaini Ba’alawi.
Hal ini dipaksakan dan jelas membangun narasi sejarah palsu juga membelokkan sudut pandang sesat yg tidak ada kaitannya dengan sejarah Nyai Genuk.
Ironinya Makam Mbah Genuk terpasang Plang atau papan nama sebagai penegasan bahwa seakan akan Makam bagian dari keturunan Bin Yahya yg tidak pernah tercatat dicatatan Masyarakat meski bersifat Budaya tutur, bahkan dengan cara nglimpe papan nama menempel didinding pintu masuk dipasang pada tahun 2022 tanpa sepengetahuan warga Sekitar.
Problematik mengenai pengakuan Makam secara sepihak tanpa ada manuskrip ini menjadi perlawanan Masyarakat Tegalsari untuk mengembalikan makam leluhur sebagai warisan Budaya Masyarakat tanpa ada label Ba’ alawi.
Jelas bahwa toponimi Mbah Genuk menjadi sebutan Masyarakat sebagai Kampung Genuk tak bisa ditawar lagi, tidak ada kaitanya dengan Bin Yahya sebagai Toponimi di Tegalsari.
Desain sedemikian menjadi sistematif dan masiv sehingga masyarakat menerima kondisi yg ada meskipun resikonya kehilangan history, tutur Kang Pri yg aktif menjaga warisan leluhur, bahkan kejadian pencurian makam menjadi langkah awal perlawanan atas nama pembelokan sejarah palsu dan mengingatkan kita untuk menjaga warisan Budaya.
Acara sarasehan Budaya dihadiri beberapa tokoh Masyarakat juga sesepuh Kampung setempat diantaranya Mbah Ramli yg kini berusia 74 tahun.
Beberapa yg hadir dari Komunitas Budaya Semarang antara lain DKM, Sanggar Budaya Ilir Ilir, Penghayat Kepercayaan, Budayawan Semarang, Ustadz juga aktivis Kebudayaan hadir di Acara Sarasehan Budaya.
Secara personal hadir pula Mbah Roso, Ki Jagad Raga, Dedi Setiadi, Pak Guno dan Mas Pri yg jauh jauh datang dari Surabaya mereka bagian dari pegiat juga Budayawan yg intens di Dunia Spiritual.
Acara di mulai pukul 21.30 dengan diawali Doa yg dipimpin oleh Romo Lilik, dilanjutkan pemotongan Tumpeng sebagai simbol bersatunya Pegiat Budaya dan Masyarakat untuk menjaga Makam Keramat Mbah Genuk serta melawan segala bentuk pemalsuan sejarah yg ada di Area Tegalsari Genuk Kota Semarang.
Point point penting dari kegiatan tersebut adalah menjaga eksistensi warisan yg ada, membentuk komunitas Penjaga warisan Budaya juga wadah Komunikasi antar pegiat Budaya di Kota Semarang.
Juga mengembalikan nama makam mbah Genuk yg di klaim oleh ba’ alawi kembali ke semula.
Mencari data primer secara empiris keberadaan makam mbah genuk sebagai tanda adanya kegiatan politik dan budaya pada masa lampau.
Masyarakat sekitar juga beberapa pegiat budaya dan pegiat sejarah menyatakan bahwa makam mbah genuk tidak ada keterkaitan dengan adanya baalawi ataupun leluhur Bin Yahya.
Acara tersebut didukung oleh Masyarakat Tegalsari dan pegiat Budaya yg ada di Makam Mbah Genuk juga beberapa Komunitas Budaya.
( WGN/ KUSRIYANTO )