Solo – wartaglobalnusantara.com
Segenap admin Rumah Difabel Meong menyatakan keprihatinan mendalam terhadap kasus warga Semarang yang memakan kucing dengan alasan pengobatan dan keterbatasan ekonomi. Keprihatinan lebih mendalam lagi, ternyata tersangka sudah melakukan aksinya sejak 14 tahun lalu dan terungkap beberapa hari jelang Hari Kucing Sedunia 8 Agustus.
.
Ning Hening Yulia, founder Rumah DiFabel Meong menyampaikan bahwa ini adalah persoalan kemanusiaan. “Ini bukan sebatas soal kucing yang dibunuh dengan gagang clurit dan disantap setelah direbus dengan magic com. Ini persoalan kemanusiaan. Kebetulan korbannya kucing,”. Ia menambahkan, sebagai penolong kucing, pastilah ada kemarahan yang sampai di ubun ubun. Hanya saja, masyarakat perlu memandang kasus ini lebih luas. “Framenya adalah problem kemanusiaan. Ada warga yang melakukan seperti itu hingga belasan tahun, tapi tidak diketahui. Dimana negara?” tambahnya.
.
Menurutnya, sudah waktunya negara benar benar hadir untuk manusianya juga untuk kucingnya. Regulasi nasional untuk melindungi kucing jalanan, kucing takbertuan yang sangat rentan mendapatkan kekerasan harus segera terbit. Mereka jenis hewan teritorial yang ada dimanapun. “Memang kucing ini tidak masuk jenis hewan yang dilindungi, tapi entitas bernyawa yang punya hak untuk hidup dengan baik dan selamat, tidak dianiaya,” pungkasnya. Kalau untuk manusianya, ya hadir dengan lebih memperhatikan warganya yang dinilai bertingkah aneh.
.
Sementara itu, Vieviet Indranila Sari, sekjend Rumah Difabel Meong menambahkan, kasus ini unik dan memang sangat harus didudukkan secara utuh. Kemungkinannya dua, aparat setempat yang tidak care pada warga atau pelaku sangat rapi melakukan aksinya. Proses pengusutan, juga diharapkan menyeluruh. “Kami mengapresiasi niatan pihak kepolisian yang akan bekerjasama dengan RSJ untuk memeriksa kejiwaan pelaku, sehingga terbantu menemukan core sikap dan motif perbuatannya,” tambahnya. Vieviet melanjutkan, semoga tersangka mendapat perlakuan yang seharusnya, bukan sekedar terus dipojokkan sebagai personal yang aniaya pada kucing.
Lucia Natalia, admin sahabat Steril Rumah Difabel Meong menambahkan, dari sisi peredaran kucing, memang harus diakui over populasi sedang terjadi di mana mana. Ada kelahiran kucing terutama yang tidak bertuan dengan tidak terkendali. “Padahal rumusnya, kalau over populasi, maka berbanding lurus dengan kekerasan yang tinggi,”. Bagi Lucia, semua langkah pertolongan yang dilakukan para penolong kucing adalah hal kuratif.
.
Kalau kita ingin menekan angka kekerasan kucing maka harus melakukan langkah preventif. “Steril massal, mengistirahatkan rahim, adalah jawaban yang paling masuk akal untuk mengendalikan populasi kucing. Hitungannya sederhana, dalam setahun kucing bisa hamil 4 kali dan melahirkan anak setidaknya 16 ekor. Tinggal dihitung berapa ribu kucing lahir tiap tahun kalau kucingnya ratusan,” tambahnya. Lucia juga memaparkan, Rumah Difabel Meong saat ini sedang fokus maratron steril massal kucing di karesidenan Solo dan Salatiga dengan harga ramah di kantong. Secara reguler berjalan dua bulan sekali. “Targetnya, kita pingin menahan laju kelahiran bayi sampai 3000 ekor di tahun ini. Dan akhir tahun kita akan meluncurkan Pasukan kendali Populasi Rumah Difabel Meong,” pungkasnya.
.
Lucia menambahkan, Hari ini (Minggu) seluruh jajaran admin Rumah Difabel Moeng dan rombongan pejuang kendali populasi melakukan gathering, doa bersama untuk kucing sedunia di peringatan Hari Kucing Sedunia di solo. Harapannya, kasus Semarang adalah aniaya pada kucing kali terakhir.semoga setelah ini tidak ada lagi kucing yang disiksa.
WGN – Pungki